Cari...

Rabu, 18 Januari 2017

SISTEM PEMERINTAHAN MASA DEMOKRASI by Refany Audy

1. Kabinet Ali Sastroamijoyo I (1953 – 1955 )
Krisis pemerintahan yang terjadi di Indonesia menyebabkan ketidakstabilan pemerintahan. Indonesia mengalami jatuh bangun dalam kabinet. Pada tanggal 3 Juni 1953, Perdana Menteri Wilopo mengembalikan mandatnya kepada Presiden sebagai akibat dari Peristiwa Tanjung Morawa. Dengan demikian kabinet dinyatakan demisioner. Kabinet Ali Sastroamijdojo merupakan kabinet pengganti dari Kabinet Wilopo. Kabinet Ali mengisi krisis pemerintahan di Indonesia pasca kekosongan selama 58 hari (sepeninggalan Kabinet Wilopo).
Untuk mengisi jabatan Perdana Menteri ditunjuk Ali Sastroamidjojo yang saat itu menjabat Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat. Ali Sastroamidjojo sempat ragu, karena selama ini belum pernah diajak bicara oleh partainya mengenai pembentukkan kabinet. Tetapi setelah didesak oleh Ketua Umum PNI Sidik Joyosukarto, akhirnya Ali Sastroamidjojo mau menduduki jabatan perdana menteri. Akhirnya pada tanggal 30 Juli 1953, Presiden mengumumkan pembentukan Kabinet Ali Sastroamidjojo yang kemudian disahkan dengan Keputusan Presiden RI No. 132 Tahun 1953 tertanggal 30 Juli 1953. Pelantikan Ali Sastroamidjojo sebagai Perdana Menteri dilangsungkan di Istana Negara pada tanggal 12 Agustus 1953.
Program kerja dari Kabinet Ali diantaranya :
a.      Program dalam negeri diantaranya keamanan, pemilihan umum, kemakmuran dan keuangan, organisasi pemerintahan, perburuhan, serta perundang-undangan.
b.      Pengembalian Irian Barat.
Kemerdekaan Indonesia, menuntut kabinet ini untuk tidak menyetujui adanya RIS. Hal ini karena pemerintahan yang ada saat itu ingin berdaulat dalam menjalankan kehidupan bernegara. Oleh karena itu, pada tanggal Agustus 1954 Kabinet Ali memuat usul mengenai penghapusan Uni Belanda- Indonesia dan beberapa penyesuaian atas hasil KMB, namun hal ini tidak mencapai kemajuan. Adanya masalah pembebasan Irian yang tidak memuat hasil membuat Kabinet Ali saat itu mengajukan masalah ini ke PBB, dan dalam bulan yang sama pengaduan tersebut tidak diterima.
c.       Pelaksanaan politik luar negeri bebas dan aktif.
d.      Menyelesaikan Pertikaian politik

Prestasi Yang Dicapai oleh Kabinet Ali Sastroamidjojo I :
Kabinet Ali Sastroamidjojo ini tidak mampu mencapai semua program kerjanya. Walaupun digolongkan sebagai kabinet yang bertahan lama, tapi tidak semua hasil diperoleh secara maksimal. Akan tetapi, kabinet ini telah berhasil memberi sumbangan bagi Indonesia, maupun benua Asia-Afrika. Adanya peristiwa diplomari pada 18 April-24 April 1955 itu disaksikan oleh Gedung Merdeka, Bandung. Disana Ali mengusulkan KAA, hal ini didukung Negara lain. Adapun KAA telah menunjukan kemenangan bagi pemerintahan Ali, ketika itu terdapat 29 negara yang hadir (Negara-negara besar Afrika, Asia hanya kedua Korea, Israel, Afrika Selatan, dan Mongolia luar yang tidak diundang).

2. Kabinet Burhanuddin Harahap ( 1955 – 1956 )
Pada waktu Kabinet Ali I mau menyerahkan mandatnya kepada presiden, Presiden Soekarno sedang menunaikan ibadah haji ke tanah suci. Oleh karena itu, pada tanggal 29 Juli 1955, Wakil Presiden Moh. Hatta mengumumkan tiga nama formatur yang bertugas membentuk kabinet baru. Tiga nama formatur tersebut adalah Sukiman (Masymu), Wilopo (PNI), dan Asaat (nonpartai).

Ketiga tokoh tersebut sepakat menunjuk Moh. Hatta sebagai perdanan menteri sekaligus menteri pertahanan. Namun, muncul kesulitan karena Moh. Hatta duduk sebagai wakil presiden. Akhirnya tiga formatur tersebut gagal membentuk susunan kabinet baru. Kemudian, Moh. Hatta menunjuk Mr. Burhanddin Harahap (Masyumi) untuk membentuk kabinet. Pada tanggal 12 Agustus terbentuk Kabinet Burhanuddin Harahap, dengan perdana menterinya Burhanuddin Harahap dari Masyumi.

            Kabinet Burhanuddin Harahap merupakan kabinet koalisi yang terdiri dari beberapa partai dan hampir merupakan kabinet Nasional, karena jumlah partai yang tergabung dalam koalisi kabinet ini semua berjumlah 13 partai. Kabinet ini didominasi oleh partai Masyumi walaupun terdapat banyak partai dalam kabinet ini, tetapi seakan-akan hanya menjadi pelengkap saja. Selain itu, ada pihak yang menyebut kabinet ini sebagai kabinet Masyumi karena Masyum yang mendominasi kabinet ini. PNI tidak duduk kabinet ini, tetapi PNI bersama-sama PIR Wongsonegoro, SKI, PKIdan Progresif bertindak sebagai oposisi. Seakan-akan kabinet ini sebagai ganti kabinet Ali-Wongso-Arifin, karena pada masa Kabinet Ali Sastroamidjojo I sebagai partai yang besar Masyumi untuk pertama kali tidak duduk dalam kabinet tersebut dan bertindak sebagai oposisi. Kabinet ini bertugas pada tanggal 12 Agustus 1955 sampai 3 Maret1956. Pada tanggal 3 Maret 1956, Perdana Menteri Burhanuddin Harahap selaku formatur kabinet menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno sehingga kabinet ini resmi dinyatakan demisioner.

Berikut program kerja Kabinet Burhanddin Harahap :
1.      Mengembalikan kewibawaan moral pemerintah, dalam hal ini kepercayaan Angkatan Darat dan Masyumi.
2.      Akan dilaksanakan pemilihan umum, desentralisasi, memecahkan masalah inflasi, dan pemberantasan korupsi.
3.      Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke Republik Indonesia.

Hasil yang menonjol dari kabinet ini adalah penyelenggaraan pemilu untuk yang pertama di Indonesia, yang berlangsung pada tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota DPR dan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota konstituante. Prestasi lainnya yaitu pembubaran Uni Indonesia-Belanda.

Dengan berakhirnya pemilihan umum, maka tugas Kabinet Burhanuddin dianggap telah selesai sehingga perlu dibentuk kabinet baru yang bertanggung jawab terhadap parlemen yang baru. Pada tanggal 3 Maret 1956 Kabinet Burhanuddin Harahap mengembalikan mandatnya kepada presiden. Kabinet ini merupakan kabinet peralihan dari DPR Sementara ke DPR hasil pemilihan umum.

3. Kabinet Ali Sastroamijoyo II (1956 – 1957)
Kabinet Ali Sastroamidjojo II, sering pula disebut Kabinet Ali-Roem-Idham, bertugas pada periode 24 Maret 1956 - 14 Maret 1957. Kabinet Ali kembali diserahi mandat pada tanggal 20 Maret 1956 yang merupakan koalisi antara PNI, Masyumi, dan NU. Kabinet ini dibentuk dengan Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 1956. Pada tanggal 14 Maret  1957 Kabinet Ali Sastroamidjojo II menyerahkan mandatnya kepada presiden. Akhirnya kabinet ini jatuh dan presiden menunjuk dirinya menjadi pembentuk kabinet yang bernama kabinet Karya dan Djuanda sebagai perdana menteri.

Pada kabinet Ali Sastroamijoyo II ini, Ali Sastroamijoyo adalah pemimpin / ketua kabinet yang berperan sebagai perdana menteri. Kabinet Ali Sastroamijoyo II ini juga merupakan sebuah kabinet yang pertama setelah dilaksanakan kegiatan pemilihan umum (Pemilu) pada tahun 1955.

Program Kabinet Ali Sastroamijoyo II :
1.      Program pertama, yakni pembatalan Konferensi Meja Budar (KMB).
2.      Program kedua, yakni kembali bejuang agar dapat mengembalikan Irian Barat masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
3.      Program ketiga, yakni memulihkan kembali keamanan, ketertiban, keuangan, pembangunan ekonomi, pendidikan, perhubungan, industri, dan sektor pertanian.
4.      Program keempat, yakni melaksanakan dan menjalankan keputusan dari Konferensi Asia Afrika (KAA).

Runtuhnya Kabinet Ali Sastroamijoyo II
Dan kemudian tepat pada tanggal 14 Maret tahun 1957, Ali Sastroamijoyo kembali menyerahkan mandatnya kepada presiden yang dikarenakan pada tubuh kabinet Ali Sastroamijoyo II terdapat dan terjadinya perpecahan antara kubu Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan kubu Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).

Kubu dari Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) menginginkan agar Ali Sastroamijoyo menyerahkan mandatnya dan ditujukan kepada presiden sesuai dengan tuntutan dari daerah, akan tetapi Ali Sastroamijoyo mempunyai pendapat lain yakni berpendapat bahwa kabinet tidak diwajibkan mengembalikan mandatnya hanya dikarenakan tuntutan dari daerah.

Dan tepat pada bulan januari tahun 1957, Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) kemudian menarik seluruh menteri-menterinya dari kabinet Ali Sastroamijoyo II dan karena hal-hal tersebutlah yang membuat kabinet Ali Sastroamijoyo II menjadi sangat lemah. Sehingga hal tersebut yang menjadi faktor pemicu kabinet Ali Sastroamijoyo II runtuh

4. Kabinet Djuanda ( 1957 – 1959 )
Pada awal tahun 1957, tepatnya pada bulan Januari 1957, ketegangan politik bangsa kian memuncak ketika terjadi pengunduran diri beberapa menteri dari kabinet Ali II.Peristiwa ini berlangsung antara tanggal 9 hingga 15 Januari 1957. Kabinet Djuanda resmi terbentuk pada tanggal 9 April 1957 dalam keadaan yang tidak mennggembirakan.Kabinet ini merupakan zaken kabinet yaitu kabinet yang terdiri dari para pakar yang ahli dalam bidangnya.dengan komposisi Perdana Menteri Ir. Djuanda dengn 3 orang wakil yaitu Mr. Hardi, Idham Chalid, dan Dr. Leimena. Kabinet ini memiliki tugas berat terutama dalam menghadapi pergolakan di daerah-daerah, perjuangan mengembalikan Irian Barat, dan menghadapi keadaan ekonomi dan keuangan yang buruk.

Program Kerja yang dirumuskan oleh pemerintahan Kabinet Djuanda antara lain :

1.      Membentuk Dewan Nasional (sesuai dengan konsepsi Presiden) dan sejak Juni 1957 membentuk Depernas (Departemen Penerangan Nasional); 
2.      Normalisasi keadaan RI; 
3.      Melanjutkan pelaksanaan pembatalan KMB; 
4.      Perjuangan Irian Barat; 
5.      Mempercepat pembangunan.

Beberapa peristiwa penting pada masa kerja Kabinet Karya antara lain :
·         Perjuangan Irian Barat yang dipimpin oleh pemerintAh dan digiatkan dalam aksi pembebasan Irian Barat.
·         Pendirian “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia” pada tanggal 10 Februari 1958 dengan Husein sebagai ketuanya. Tujuan gerakan ini adalah “menuju Indonesia yang adil dan makmur”. Gerakan tersebut mengirimkan ultimatum kepada Kabinet Karya yang berisi :
1.      Pembubaran Kabinet Karya dan pembentukan Kabinet Kerja bercorak nasional di bawah pimpinan Hatta-Hamengku Buwana. 
2.      Presiden supaya kembali ke kedudukannya yang konstitusional.
3.      Tuntutan supaya dipenuhi dalam waktu 5x24 jam, bila ditolak akan mengambil gerakan sendiri.
4.      Kabinet Karya dengan tegas menolak ultimatum tersebut dan menjawabnya dengan memecat perwira-perwira AD yang terlibat langsung seperti Husein, Simbolon, Jambek, dan Lubis.
·         Pendirian “Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia” (PRRI) tepat setelah berakhirnya masa berlaku ultimatum “Gerakan Perjuangan Menyelamatkan Negara Republik Indonesia”. 
·         Penentuan batas wilayah perairan atau laut teritorial Indonesia dari 3 mil menjadi 12 mil, dihitung dari garis pantai pada waktu air laut surut dan zona ekonomi eksklusif sejauh 200 mil dari pantai yang dikenal dengan “ Deklarasi Djuanda”


Berakhirnya masa kerja Kabinet Karya berawal dari diterimanya gagasan “kembali ke UUD 1945” pada tanggal 19 Februari 1959 yang dicetuskan oleh Nasution dalam konferensi Komando Daerah Militer pada bulan yang sama. Menurut putusan sidang Kabinet Karya pada tanggal 19 Februari 1959, Presiden akan menyampaikan amanat kepada Konstituante berisi permintaan agar UUD 1945 diundangkan kembali. Merujuk pada UUDS 1950, untuk mengambil keputusan dalam suatu kasus, minimal dua pertiga anggota Konstituante harus menghadiri sidang, dan dua pertiga dari mereka itu memberikan suara setuju.Akan tetapi sampai tiga kali Konstituante mengadakan pemungutan suara, ternyata mayoritas yang diperlukan tidak pernah tercapai, sehingga banyak anggota yang tidak mau lagi menghadiri sidang-sidang Konstituante.Pihak yang pro bersama pihak militer kemudian mendesak Presiden Soekarno untuk mengundangkan kembali UUD 1945 dengan dekrit. Dekrit Presiden yang disampaikan tanggal 5 Juli 1959 berisi :
1.      Pembubaran Konstituante. 
2.      Berlakunya kembali UUD 1945. 
Pemakluman bahwa pembentukan MPRS dan DPAS akan dilakukan dalam waktu sesingkat-singkatnya. (Moedjanto, 1992:114).Dengan dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 maka sistem demokrasi liberal Indonesia berganti dengan demokrasi terpimpin.Kabinet Karya pun dibubarkan dan digantikan oleh Kabinet Kerja.